Kategori: | Buku |
Jenis | Nonfiksi |
Penulis: | Tony Syarqi |
Harga: Rp 28.000,-
Buku ini ditulis untuk lebih jauh mengenalkan sosok Obama, presiden AS ke-44, dan mengurai jejaring Yahudi di sekelilingnya. Siapa “sebenarnya” Obama? Berbeda dengan yang selama ini di-publish oleh banyak pustaka dan media mainstream—sehingga memunculkan fenomena “obamania”—buku ini menyingkap tabir rahasia dari pertanyaan mengapa kepemimpinan baru AS tidak seperti yang diharapkan oleh kebanyakan publik, utamanya negeri-negeri Islam. Mereka mengelu-elukan dan berharap bahwa kepresidenan Obama bisa memberi angin segar bagi perikehidupan muslim, khususnya di timur tengah. Tak terkecuali Indonesia, beberapa tokoh nasional bahkan memberikan statemen mereka soal pencapresan Obama:
• Presiden SBY berharap hubungan Indonesia dengan AS berjalan lebih baik di bawah presiden baru, Obama. “Saya memiliki keyakinan, kita bisa meningkatkan kerja sama yang konstruktif dan adil mengingat Indonesia dan AS adalah sama-sama negara demokrasi yang besar.”
• Wapres Yusuf Kalla menegaskan, “Pikiran orang Amerika Serikat adalah bagaimana agar presiden AS mendatang bukan Bush atau yang semacamnya (Mc Cain), bukan pula policy seperti yang dikeluarkannya. Jadi bukan Republik (partai yang mengusung Bush menjadi presiden AS).”
• Ketua PP. Muhammadiyah, Din Syamsuddin bergembira atas kemenangan Obama. Saat sedang mengikuti forum dialog Katolik-Islam di Vatikan, Din mengatakan, “Obama perlu menampilkan pendekatan kepemimpinan bersahabat kepada dunia Islam sebagai kekuatan besar pula. Keduanya dapat menjadi faktor pendorong perbaikan dunia yang tengah penuh krisis dewasa ini.”
Selainnya itu, beberapa kelompok masyarakat di Indonesia juga mengadakan semacam syukuran atas kemenangannya, ironi.
Nasib umat Islam tak ubahnya sekumpulan anak ayam yang kehilangan induk yang kemudian menemukan musang untuk mereka angkat sebagai pelindung. Meski demikian, penulis mengatakan bahwa buku ini tidak akan ada manfaatnya jika umat Islam memahami dengan baik firman Allah, “Sekali-kali Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridha kepada kalian, sampai kalian mau mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120)
Sesuai dengan judulnya, dari awal hingga akhir, buku ini mengupas sisi gelap ideologi Obama. Apa benar presiden AS ke-44 itu adalah seorang Yahudi?
Penelusuran kehidupan Obama; dari keturunan siapa dia dilahirkan, sudah menunjukkan bahwa ada darah Yahudi mengalir di tubuhnya. Begitu pula dengan mengetahui teman-teman dekatnya yang semuanya adalah orang-orang Yahudi. Di antara mereka adalah Bettylu Saltzman, Newton Minow, Abner Mikva, David Axelrod, Richard M. Daley, dan lainnya. Adapun istrinya, Michelle Robinson, dia pun memiliki garis keturunan Yahudi. Sepupu Michelle, Capers C. Funnye Jr., adalah seorang rabi Yahudi, pemimpin jemaat Yahudi Ethiopia di kawasan Marquette Garden, Chicago dan pemimpin Sinagog Beth Shalom B’nai Zaken.
Sebenarnya, yang menyebut Barack Hussein Obama sebagai “Presiden Yahudi pertama Amerika” adalah adalah dari kalangan mereka sendiri, Abner Mikva, misalnya. Jubir Zionis yang cukup populer sekaligus mantan anggota kongres yang juga penasihat gedung putih masa Bill Clinton ini mengatakan, “Obama adalah presiden Yahudi pertama Amerika.”
Di dalam buku ini disebutkan bagaimana Yahudi mengader Obama dari semenjak dia sekolah di Harvard Law School. Oleh profesor Zionis, Martha Minow, Obama dijuluki sebagai orang yang cerdas, menjanjikan, mempuyai ambisi politik yang besar, dan seseorang yang sangat mungkin untuk direkrut.
Demikianlah, dari buku ini Anda juga bisa menyimak bagaimana upaya Yahudi yang all out (baca: melakukan apa saja) demi mengantar Obama menjadi orang nomor satu di AS; mulai dari propaganda dan intrik media hingga penggalangan dana. AIPAC juga berperan penting dalam kesuksesan Obama sehingga menguasai gedung putih.
Setelah menjabat, buku ini juga menunjukkan siapa saja yang ditunjuk Obama sebagai pembantu dan stafnya. Beberapa posisi kunci penentu kebijakan AS pun ternyata diamanahkannya kepada orang-orang Yahudi, yang pro Yahudi dan membenci Islam. Simak juga bagaimana pernyataan-pernyataan Obama yang semakin menunjukkan bahwa ke depan—dalam masa pemerintahannya—AS akan tetap berpihak kepada Israel, menjadi sahabatnya, menjaga keamanannya, bahkan menjanjikan bantuan dana senilai 30 Miliar US$.
Buku ini terdiri 120 halaman. Dikonsep sebagai buku yang habis dibaca sekali duduk. Bahasanya mengalir. Dalam anatominya, buku ini tidak menyediakan halaman referensi. Semua rujukan penulisan disusun langsung ke dalam footnote yang sebagian besar bersumber dari internet. Image inside-nya didominasi oleh foto Obama dalam beberapa pose dan orang-orang Yahudi pendukungnya.
Penulisnya, yang sehari-sehari berprofesi sebagai editor dan praktisi perbukuan Islam, menunjukkan kepiawaiannya dalam menulis dengan menampilkan beberapa kosa kata dan istilah yang jarang digunakan, seperti mentahbis, prestisius, utopia, ultra nasionalis, dan masih banyak lagi. Sayangnya, tidak dilengkapi dengan halaman indeks atau glosarium.
Setelah membaca buku ini, kiranya terjawab sudah mengapa harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Berharap kepada Obama adalah sikap yang sama sekali tidak diajarkan Islam yang mengajarkan kepada umatnya, ‘izzah (kewibawaan). Perseteruan antara umat ini dengan bangsa Yahudi dan Nasrani adalah abadi (Al-Baqarah: 120).
Cukup sudah angan-angan kaum muslimin tentang Obama dengan dibombardirnya Gaza oleh Israel di penghujung tahun 2008 hingga awal tahun ini. Sebuah perang takkan mengubah peta lawan menjadi kawan secara tiba-tiba tanpa ada pengorbanan harta maupun jiwa. [DRH]
0 komentar:
Posting Komentar